Kenali Aku Dari Nyatanya Bukan Katanya

Yakin masih percaya dengan apa kata orang? Kalo menurut saya kata “katanya” itu sulit untuk dipertanggungjawabkan. Apalagi jika kalian ditanya, dapat berita itu darimana terus jawabnya simpel banget “kata orang itu si” “kata group di sebelah” “kata banyak orang”.

Kenali Aku Dari Nyatanya Bukan Katanya

Hello, hari gini masih percaya dengan “katanya” sungguh pikiran kalian terlalu lugu dan polos. Maaf kalo sedikit tersinggung lho, saya tidak ada maksud apa-apa cuma ingin menuangkan segala unek-unek yang ada di benak pikiran.

Bukankah jika ingin mengenal lebih dekat soal kenyataan hidup jauh lebih baik langsung mendengar dari sumbernya. Seperti pada judul yang saya ambil “Kenali aku dari nyatanya buka katanya” memang nampak sederhana namun dibalik kalimat pendek tersebut punya makna yang begitu luas.

Mengenal seseorang bukanlah perkara mudah, pun ketika pertama kali bertemu, agak terasa canggung-canggung gimana gitu. Benar gak? Saya aja kalo ketemu dengan orang asing juga seringnya malah cuek tapi jika sudah kenal sekali saja maka hal apapun pasti akan mudah dibicarakan apalagi ketika “klop” alias satu selera dijamin sampai pahitnya hidup juga bakal diceritain.

Memang, semua tergantung personal diri, apakah karakter kalian mudah bergaul dengan orang lain atau tidak? Saya pun dulu tidak pernah menyangka bisa masuk di salah satu kampus negeri di Semarang. Ya, kampus itu bernama Poltekkes Kemenkes Semarang.

Kalo boleh jujur, waktu itu saya diajak teman dekat untuk mendaftar bersama-sama. Dengan berbekal seadanya, kita berdua mondar-mandir menjalani segala teknis yang intinya ingin menjadi calon mahasiswa di kampus tersebut. Bermodal nekat-nekatan, saya bersama dia mampu mengikuti ujian lewat jalur mandiri. Jreng,..pengumuman yang ditunggu-tunggu telah datang. Kita berdua pun langsung tancap gas menuju warnet terdekat untuk melihat nama-nama yang tercantum dan akhirnya kita lolos administrasi, asekkk.

Rasanya, senang banget namanya tercantum di selebaran pdf online meski berada di urutan tiga terbawah. Hati pengen jingkrak-jingkrak, rasanya mau teriak sekeras-kerasnya. Saya pun sadar, rasa syukur tidaklah etis jika terlalu berlebihan maka cukup mengucapkan “Alhamdulillah” saja sudah mampu menyamankan suasana. Padahal kalo kalian tahu ternyata masih ada tahap ujian akhir!

Tiba waktunya menghadapi ujian panjang mulai dari pengisian blangko uang gedung, pengambilan sampel darah, pengukuran tinggi badan, cek kesehatan hingga wawancara dengan para dosen menggunakan bahasa arab/inggris..
Kok, malah isinya cerita doang nih, lantas apa hubunganya dengan judul tadi? Tenang kawan, kalian mungkin belum tahu apa yang saya peroleh semenjak menjejakkan kaki di kampus negri itu. Berbagai macam pertanyaaan muncul dari orang-orang yang tidak pernah saya kenal.

Ketika tes paling terakhir di kampus pusat,
“Mas, ngisi blangko uang gedung berapa?,” Katanya kalo nggak banyak sulit lolos ya?”
“wah kurang tahu pak, ini cuma ngisi lima?,”jawabku
“Lima puluh juta?,” tanya bapak tua itu
Gak pak, lima aja”, ucapku lagi
“Ow,”sambil merengut dan keliatan wajah si bapak ini penuh dengan tanda tanya besar.

Kenyataanya memang saya hanya menyumbang tidak lebih dari 6 juta dan itu pun sudah mencari beberapa referensi dari teman yang sama-sama lolos. Dan tahukah kalian, bahkan ada yang lebih sedikit menuliskan uang gedung tersebut daripada nominal tadi.

Baca juga  Menapaki Gelora Stadion Jatidiri Untuk Pertama Kalinya

Saya merasa “gelo banget” kenapa gak ikutan nyumbang segitu? ha..Oh ya, mungkin kalian bertanya-tanya kok pakai uang gedung segala? Bahwa pada waktu itu, sesuai peraturan jalur mandiri memang tersedia persyaratan uang gedung secara resmi sedangkan pengisian nominalnya juga tergantung pada keinginan para pendaftar.

Tu kan, bapak tadi bilang “katanya” padahal faktanya tidaklah demikian. Terus ada lagi, beberapa teman dan saudara juga ikut bertanya “wah kamu kok bisa lolos ya, katanya kalo tinggi badan aja kurang dikit udah gak lolos, jangan2 maen dalam ya?,” Ini dia yang kurang saya suka karena semua lika-liku perjalan hidup merupakan bentuk pertolongan Sang Kuasa. Kita sebagai insan sudah sepantasnya berdoa dan berusaha selebihnya akan ada nasib dan takdir yang menentukan.

Saya memang kurang tinggi, tapi jangan sampai kekuranganmu menjadi hambatan untuk  terus maju demi mencapai keinginan terbesar. Bagaimana bisa? Sekali lagi, saya jawab inilah pertolongan paling sempurna. Tidak ada yang bisa mematahkankan kalo rejekinya ada disitu.

Jadi, gimana? Kalian masih percaya dengan “katanya” yang cenderung membuat sebagian orang langsung percaya begitu saja. Menurut saya pribadi, tentu jauh lebih baik mendengarkan fakta dari orangnya langsung atau sumber terpercaya bukan begitu?

Katanya akan selalu berbentuk katanya dan tidak diketahui darimana, berbeda dengan fakta yang menjelaskan detail sifat dari suatu kabar tanpa mengurangi satu kalimat pun

Salam,
Deny Irwanto
www.denyirwanto.com

Berkomentar = Berlangganan, Terima kasih

Your email address will not be published. Required fields are marked *